POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL
PENPENGERTIAN
POLITIK STRATEGI
Politik berasal dari bahasa Yunani berupa Polistaia atau
Polis yang berarti negara atau kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri,
dan Taia yang berarti urusan. Politik mempunyai pngertian yangberbeda-beda
berdasarkan dari kepentingan penggunanya, yaitu:
a.
Kepentingan umum; suatu rangkaian
prinsip, keadaan, cara, dan alat untuk mencapai tujuan bersama.
b.
Kebijaksanaan; pertimbangan tertentu
yang lebih menjamin terlaksanya suatu usaha, cita-cita , dan tujuan.
Jadi politik adalah tindakan suatu kelompok individu
mengenai permasalahan tentang negara atau masyarakat. Politik sendiri membahas
mengenai: negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan umum, dan
distribusi.
Strategi berasal dari bahasa Yunani
berupa Strategia yang berarti senia seorang panglima di medan perang. Menurut
Karl Von Clausewitz strategi adalah pengetahuan mengenai strategi tempur untuk
memenangkan perang dimana perang yang dimaksud adalah kelanjutan dari politik.
Dalam pengertian umum, trategi berarti rencana untuk mencapai tujuan.
Politik nasional adalah kebijakan
umum dan pengambilan keputusan kebijakan untuk mencapai tujuan nasional.
Strategi nasional adalah seperangkat cara atau mekanisme yang mempunyai fungsi
dan peranan dalam mencapai tujuan nasional. Strategi nasional terdiri dari
strategi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
B.
DASAR PEMIKIRAN PENYUSUNAN POLITIK
dan STRATEGI NASIONAL
Untuk
menyusun politik maupun startegi nasional diperlukan pemahaman pokok-pokok
pemikiran yang ada didalam sisttem manajemen nasional berdasarkan pada ideology
Pancasila, UUD 1945, wawasan nusantara, dan ketahanan nasional.
Landasan
pemikiran pada manajemen nasional sangatlah penting sebagai kerangka acuan
dalam menyusun politik dan strategi nasional, karena mengandung dasar negara,
cita-cita dan konsep stategi nasional.
C.
PENYUSUNAN POLITIK dan STRATEGI
NASIONAL
Politik
dan strategi nasional disusun berdasarkan sistem kenegaraan menurut UUD 1945.
Pemerintah dan lembaga negara yang diatur UUD 1945 merupakan suprastruktur
politik. Lembaga negara tersebut berupa MPR, DPR, Presiden, BPK, MK, KY dan MA.
Dan badan yang berada di dalam masyarakat disebut sebagai infrastruktur
politik. Infrastruktur politik mencakup pranata politik seperti partai politik,
organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok yang berkepentingan, dan
kelompok penekan. Suprastruktur dan infrastruktur politik harus berdiri
seimbang dan dapat bekerja sama.
Suprastruktur
politik mengenai mekanisme penyusunan politik diatur oleh presiden. Presiden
merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan, dalam melakukan kewajibannya
presiden dibantu oleh wakitl presiden. Presiden adalah kepala kekuasaan
eksekutif dalam negara. Untuk menajlankan undang-undang, presiden mempunyai
kekuasaan untuk menetapkan peraturan daerah. Presiden adalah penyelenggaraan
pemerintah tertinggi. Pasal 4 ayat 1 memberi wewenang yang luas kepada presiden
sehingga segala pelaksanaan pemerintah bergantung kepada pemerintah. Tetapi UUD
1945 membatasi sesuai dengan penjelasan yang mengatakan bahwa negara Indonesia
berdasarkan hukum dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka.
Selain
sebagai eksekutif , presiden bersana DPR menjalankan legislative power. Dalam
pasal 5 ayat 1, presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR.
Setiap rancangan undang-undang yang telah disetujui oleh DPR dan presiden,
kemudian disahkan oleh presiden sebagai undang-undang. Dalam hal pemilihan,
presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat. Oleh karena itu dalam menjalankan pemerintahan berpegang pada visi dan
misi presiden pada saat sidang MPR setelah pelantikan dan pengambilan sumpah
dan janji presiden dan wakil presiden.
Visi
dan misi ini yang dijadikan strategi dalam menjalankan pemerintahan dan
melaksanakan pembangunan negara dan bangsa Indonesia. Politik dan strategi
nasional mengacu pada GBHN yang ditetapkan MPR.
Semangat
dan isi UUD 1945 Pasal 28 merupakan sila kedua dan keempat yaitu mengakui dan
menjamin hak asasi manusia atas dasar kesamaan dalam bidang politik,
organisasi, dan pengajuan pendapat. UUD 1945 dan undang-undang telah menjamin sepenuhnya
kepada warga negara untuk dapat mengemukakan pendapat, pandangan, pemikiran,dan
gagasan secara bebas. Namun kebebasan itu bukan berarti kemauan kita sendiri
dan merugikan orang lain, masyarakat, bangsa, dan negara. Kebebasan yang
demikian tidak sesuai dengan jiwa kepribadian bangsa. Kita selalu mencari
keseimbangan, keselarasan, dan keserasian.
Peran
warga negara dalam memantapkan pelaksanaan Demokrasi Pancasila adalah dengan
mewujudkan strategi politik unttuk mencapai tujuan nasioanal dengan menjunjung
tinggi semangat kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan bertanggung jawab.
Oleh karena itu, peran serta masyarakat dalam organisasi kemasyarakatan
sangat diperlukan dalam strategi politik. Organisasi kemasyarakatan diluar
struktur lembaga negara disebut sebagai infrastruktur politik. Artinya
organisasi atau lembaga ini berperan sebagai pengawas terhadap jalannya lembaga
negara (suprastruktur). Organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang
dibentuk oleh anggota masyarakat Indonesia berdasarkan ketentuan yang berlaku
serta secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan
kepercayaan terhadap Tuhan YME untuk berperan serta dalam pembangunan dalam
rangka mencapai tujuan nasional sebagai wadah NKRI yang berdasarkan Pancasila.
D.
STRATIFIKASI POLITIK NASIONAL
Stratifikasi
politik nasional dalam negara RI yaitu:
a.
Tingkat penentu kebijakan puncak
b.
Tingkat kebijakan umum
c.
Tingkat penentu kebijakan khusus
d.
Tingkat penentu kebijakan teknis
e.
Tingkat penentu kebijakan daerah
E.
POLITIK PEMBANGUNAN NASIONAL dan
MANAJEMEN NASIONAL
Tujuan politik bangsa Indonesia
yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Untuk itui seluruh bangsa perlu ikut serta dalam mencapai
tujuan tersebut.
Pembangunan nasional merupakan usaha
untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat secara berkelanjutan dengan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan global. Pelaksanaan
tercapainya tujuan nasional menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat dan warga
negara bangsa Indonesia untuk aktif ikut serta didalam pembangunan.
Managemen nasional bersistem
orientasi yang bersifat kompherensif, strategis dan integral dalam penemuan dan
pengenalan factor strategis secara menyeluruh. Sistem managemen nasional
menjadi kerangka, landasan, pedoman, dan sarana bagi perkembangan proses
pembelajaran dan penyempurnaan fungsi penyelenggaraan pemerintah. Sebuah sistem
harus menjelaskan unsure, struktur, proses, fungsi, serta lingkungan yang
mempengaruhi. Unsure utama sistem manajemen nasional dalam tata nrgara meliputi
negara, bangsa Indonesia, pemerintah, dan masyarakat.
F.
IMPLEMENTASI POLITIK dan STRATEGI
NASIONAL
Implementasi politik bisa diterapkan
disegala bidang, seperti:
a.
Ekonomi
b.
Hukum
c.
Politik luar negri dan penyelenggara
negara.
d.
Agama
e.
Komunikasi dan informasi serta media
massa
f.
Pendidikan
g.
Kedudukan serta peranan perempuan
h.
Pemuda dan olahraga
i.
Pembangunan daerah
j.
Sumber daya alam dan lingkungan
k.
dan pertahanan dan keamanan
2. Hubungan
Lembaga-lembaga Politik Orde Baru
Rezim Orde Baru memiliki cara-cara
tertentu untuk mempertahankan kekuasaan. Hampir tidak ada institusi politik di
negeri ini yang tidak berada dalam kontrol presiden, terutama setelah Orde Baru
memasuki periode Stalinist. Lembaga kepresidenan begitu kuat, menjadikan
cabinet berada dalam posisi subordinatif, dan bahkan parlemen tidak berdaya
menghadapi kekuasaan eksekutif, termasuk lembaga peradilan yang tidak bisa
berdiri secara independen sehingga kesemuanya menjadi instrument kekuasaan
rezim Orde Baru. Lebih terinci, bagaimana kelembagaan itu dikendalikan presiden
dapat digambarkan sebagai berikut:
a) Lembaga
kepresidenan yang Dominan
Lembaga kepresidenan yang sebenarnya
sebuah institusi yang kompleks, bukan hanya terdiri atas presiden saja,
melainkan juga Wakil Presiden dan sejumlah aparat pemerintah, sebagai pelaksana
kekuasaan eksekutif seperti para menteri anggota kabinet.[6] Dengan
demikian, sampai dengan 1998, tidak ada orang di Indonesia yang sangat kuat,
selain Presiden Soeharto. Soeharto memperoleh legitimasi sejak awal Orde Baru,
terutama disebabkan karena keberhasilannya dalam membangun ekonomi, meski
kemudian sejalan dengan krisis ekonomi, krisis pula legitimasi dan otoritas
soeharto.
Ramlan Subarki[7] menyebut
ada 5 faktor yang menyebabkan Soeharto menjadi presiden yang powerful, yaitu
karena faktor:
- Faktor konstitusi
- Faktor budaya
- Faktor pribadi
- Faktor politik
- Faktor ekonomi
Ø Pertama,
konstitusi Indonesia, UUD 1945, menempatkan ekskutif begitu kuat. Sejumlah
pasal dari 13 pasal dalam UUD 1945 berkaitan dengan kekuasaan yang membuat
presiden menjadi powerful dan memegang kunci kekuasaan, baik
kekuasaan eksekutif, legislatif, judicial, kebijakan luar negeri dan keamanan.
Terbatas sekali prinsip check and balance dalam konstitusi di
Indonesia.[8]
Ø Kedua, faktor
budaya turut menjadi lembaga kepresidenan sangat kuat. Dalam budaya atau
tradisi jawa, presiden dipandang sebagai layaknya Raja. Dalam berbagai
kesempatan perilaku presiden lebih menggambarkan praktik budaya monarki
daripada seorang kepala Negara modern. Misalnya, presiden cenderung “memberi
petunjuk” kepada organisasi sosial politik, dan bukan dalam rangka artikulasi
kepentingan dan kebijakan. Presiden sama dengan sabda pendito Ratu. Presiden
memberikan kesempatan organisasi semacam ini memilih pimpinan yang mereka
inginkan sendiri.[9]
Ø Ketiga, faktor
otoritas pribadi pemangku jabatan presiden. Seperti juga soekarno,
soeharto menduduki jabatan presiden dalam masa bakti yang cukup lama karena
keunikan kualifikasi dan sifat-sifat pribadinya. Kalau soekarno menjadi
penguasa kuat, karena ia adalah “fouding father” proklamator kemerdekaan, pemersatu
bangsa Indonesia, maka soeharto menjadi sangat kuat karena posisinya sebagai
pendiri Orde Baru, pemberantas kekejaman PKI dan penyelamat bangsa, dan “Bapak
Pembangunan.” Meski soekarno juga panglima tertinggi ABRI (kini TNI), namun
soeharto jauh lebih powerful dan memiliki otoritas lebih di tubuh ABRI, karena
ia adalah seorang jenderal yang memang pernah memimpin pasukan.
Ø Keempat, faktor
sistem politik Orde Baru yang bercorak Birokratik Otoritarian. Sistem ini
menjadikan presiden bisa memegang kekuasaan penuh dalam bidang ekonomi maupun
politik yang ada. Misalnya, presiden mengangkat sisa MPR yang tidak diisi DPR,
bersidang setiap lima tahun sekali untuk memilih presiden dan menentukan GBHN
sebanyak 100 kursi DPR disisikan bagi perwira tentara yang di angkat. Demikian
pula presiden yang mengangkat sejumlah pimpinan departemen, badan dan lembaga
seperti BPKP, DPA dan Mahkamah Agung.
Pengaruh presiden menyebar ke
seluruh aspek kehidupan politik. Sistem pemilu, politik partai, sistem
representasi kelompok kepentingan dan pemerintah daerah memberi peluang
presiden dan pejabat senior untuk melakukan intervensi di semua sektor.
Misalnya, praktik penelitian khusus (litsus) yang dilakukan oleh birokrasi
sipil dan militer terhadap pejabat pusat dan daerah serta calon pemimpin partai
menunjukkan derajat campur tangan langsung presiden terhadap berbagai institusi
dan partai politik. Di tambah lagi institusi Bakorstanasda yang bisa
mengendalikan berita macam apa dan siapa yang boleh berbicara kepada public.
Ø Kelima, faktor
ekonomi. Kinerja pemerintah Orde Baru dalam pembangunan ekonomi memberikan
kesempatan rakyat meningkatkan kesejahteraan. Pemerintah Orde Baru berhasil
menaikkan produksi beras, meningkatkan angka melek huruf, pelayanan kesehatan,
pendidikan, transportasi dan komunikasi serta membuka kesempatan kerja di
lapangan industry. Dengan diberi predikat sebagai “Bapak pembangunan”
menunjukkan presiden diakui memiliki peran yang besar dalam mencapai prestasi
pembangunan tersebut.
b) Lembaga
peradilan yang tidak independen
Lembaga peradilan di Indonesia
selama Orde Baru, Menurut Subarki,[10]lebih berkaitan dengan persoalan pertumbuhan ekonomi, dilihat
dari :
1) Masalah
yang sampai ke Mahkamah Agung banyak yang berkaitan dengan sengketa tanah dan
penggunaan tanah untuk tujuan pembangunan.
2) Naiknya
pajak memungkinkan untuk menaikkan gaji pejabat peradilan (gaji hakim pernah
dinaikan seratus persen).
3) Pemerintahan
mendirikan delapan PTUN lengkap dengan infrastruktur bangunan, hakim dan staf
serta berbagai fasilitas di seluruh Indonesia.
Semua hakim agung, termasuk para
deputi diangkat oleh presiden dari daftar calon yang diusulkan oleh DPR. Namun
Mahkamah Agung tidak memiliki otoritas yang cukup untuk menentukan apakah
kebijakan pemerintah dan tindakannya sesuai dengan konstitusi atau tidak.
Sementara itu semua hakim di daerah maupun di pengadilan tinggi adalah pegawai
negeri, yang diangkat, dipromosikan, digajikan dan diawasi oleh Departemen
Kehakiman. Anggaran mereka ditentukan oleh Seketariat Negara. Dengan demikian
peradilan di Indonesia, termasuk Mahkamah Agung disusun sebagai bagian dari
pemerintah daripada sebagai lembaga peradilan. Di kalangan pemerintah
berkembang pemahaman bahwa “ hukum harus dipakai dalam rangka pembangunan.”
Sehingga tidak berpikir pentingnya sistem peradilan yang independen yang
sebenarnya dibutuhkan untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
3. Hubungan
Negara dan Masyarakat
Selama masa Orde Baru Negara sangat
kuat. Tidak ada perubahan yang tidak di mulau dari Negara. Masyarakat tidak
memiliki ruang partisipasi politik. Masyarakat dimobilisasi oleh Negara.
Partisipasi bukan bermakna turut serta merencanakan, melaksanakan dan mengawasi
kebijakan pembangunan. Partisipasi berubah makna menjadi turut serta member
sumbangan dari proyek pemerintah yang dibiayanya kurang.
Negara menjadi sangat kuat di mata
masyarakat karena Negara mengorganisasikan masyarakat yang memiliki beragam
kepentingan secara korporatis. Dengan di organisasikan secara korporatis,
masyarakat yang plural dapat menyalurkan kepentingan yang berbeda-beda melalui
mekanisme yang tidak perlu menimbulkan konflik antar kelompok atau antar kelas.
Perbedaan kepentingan kelompok dan kelas dapat diselesaikan melalui wakil-wakil
mereka dalam organisasi korporatis. Dengan demikian korporatis adalah suatu
usaha nyata untuk menekan konflik kelas atau kelompok kepentingan dengan baik
tidak menggunakan kekerasan (coersif).[11]
Melalui pengorganisasi secara
korporatis inilah Negara menaklukkan masyarakat sendiri. Negara dengan mudah
memenuhi berbagai kepentingannya yang otonom, kepentingan eksklusif Negara yang
tidak mencerminkan aspirasi dan tuntutan masyarakat. Sebagai implikasinya, maka
masyarakat mengalami depolitasasi. Masyarakat yang tersingkir, tereksploitasi,
tidak kuasa melawan tekanan-tekanan Negara. Masyarakat yang miskin seperti kaum
buruh, petani, nelayan, pegawai rendahan dan yang tersisihkan lainnya tidak
cukup memiliki kesadaran politik yang memadai untuk menghadapi intervensi
Negara. Negaranisasi terjadi hingga sampai pedesaan tang terpencil sekalipun.[12]
4. Praktik
Negara hegemonik dan koersif
Negara pada masa Orde Baru menjadi
sangat kuat, antara lain juga karena menerapkan cara-cara hegemoni dikombinasi
dengan koersif. Hegemoni adalah cara menundukkan orang lain tidak menggunakan
kekerasan, melainkan menggunakan cara-cara cultural seperti pengguna ideology,
agama, nilai-nilai budaya tertentu sebagai alat kekuasaan.[13]
Dalam kerangka hegemony pemerintah
Orde Baru menggunakan ideology pancasila sebagai instrument berkuasa. Pada
tahun 1978 pemerintah menyusun penafsiran pancasila menjadi Eka Prastya
Pancakarsa dan untuk kepentingan sosialisasi penafsiran itu
diselenggarakan piñata P4 untuk seluruh lapisan rakyat Indonesia, baik pegawai
negeri maupun masyarakat biasa. Tahun 1983 pemerintah juga melakukan
penunggulan azaz bagi organisasi sosial kemasyarakatan, keagaman maupun
politik.
5. Peran
Militer, Parpol dan dampaknya terhadap HAM
Rezim Orde Baru bisa dikatakan
kemenangan militer, karena peranannya menjadi sangat besar. ABRI ( di kemudian
hari berubah menjadi TNI ) mengitervensi politik sipil melalui doktrin
dwifungsi. Dengan doktrin ini militer memperoleh legitimasi untuk
masuk ke ranah politik sipil. Antara lain dengan menempatkan tenaga militer
yang aktif maunpun pensiunan di MPR, DPR, DPRD, eksekutif dan staf pemerintah
pusat maupun daerah. Sejumlah lembaga Negara penting seperti Depdagri selalu
dipegang ABRI. Pada tahun 1996 seperempat jabatan setingkat cabinet termasuk
Menteri Agama dan jumlah besar eselon II dipegang oleh perwira yang masih dinas
atau sudah pension. ABRI juga melakukan kontrol terhadap Golkar, mengawasi penduduk
melalui komando territorial.[14]
Dalam konteks ini, sejalan dengan
semakin tinggi tingkat kesadaran politik masyarakat, sehubungan dengan
meluasnya masyarakat yang terdidik, maka semakin menyebar kekuatan kritis di
masyarakat. Namun semakin kritis masyarakat, ternyata militer cenderung semakin
represif. Semakin represif militer, maka semakin banyak pelanggaran HAM dan
semakin sering muncul yang disebut dengan the state violencesejak
dari kasus Tanjung Priok, Lampung Haor Koneng dan beberapa kasus lainnya. Kasus
pelanggaran HAM yang cukup menggempar dan membuat posisi militer semakin
tersudut adalah kasus penyiksaan tokoh buruh wanita, Marsinah, di jawa Timur
tahun 1993. Para majikan Marsinah di tangkap, tetapi perwira di komando militer
setempat.[15]
6. Kebijakan
Politik Aliran
Kemenangan Orde Baru, ada yang
menafsirkan sebagai kemenangan “orang jawa” karena Orde Baru didominasi militer
yang memerintah sejak 1966 secara prinsip tidak dekat dengan Islam. Banyak elit
Orde Baru dibesarkan dalam lingkungan Hindu-jawa sehingga menjadikan mereka
lebih kuat dari yang lain. Sikap permusuhan elit penguasa Islam telah mendorong
pemerintah untuk melarang kembalinya masyumi tahun 1966, termasuk memangkas
partai Islam dan menfusikannya kedalam PPP pada tahun 1973. Elit Orde Baru
lebih cenderung berkoalisi dengan orang-orang Cina Katolik, sosial bekas
anggota PSI dan sejumlah perwira militer anti Islam sengan Ali murtopo pendiri
CSIS sebagai otak di belakang semua kebijakan Orde Baru. Pada SU-MPR 1973, ia
“menampak umat islam” dengan mengusulkan aliran kepercayaan berstatus sebagai
Agama.[16]
NB; (Perspektif Islam politik
memandang hubungan Islam dan politik sebagai bersifat organic. Masalah politik,
hukum maupun ekonomi diimajinasikan sebagai terkait secara structural dari
sistem religious Islam yang dipahami secara skriptualistik, legistik dan
formalistic. Lihat Bahtiar Efendy,Islam dan Negara : tranformasi pemikiran
dan praktik politik Islam di Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1998,
hal. 48-58)
ERA REFORMASI
Ø Pemerintahan Habibie
: Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas
pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana
Moneter Internasional dan komunitas negara-negara
donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan
politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan
organisasi.
Ø Pemerintahan Wahid
: Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni1999. PDI Perjuangan pimpinan
putri Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi pemenang pada pemilu parlemen dengan
mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai Soeharto – sebelumnya selalu menjadi pemenang
pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%; Partai
Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai
Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus
Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan
Megawati sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk
kabinet pertamanya, Kabinet
Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan
melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000. Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses
demokratisasi dan perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di
samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga
menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama di Aceh, Maluku, danPapua. Di Timor Barat,
masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal
dan kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia
mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang
semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid,
menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.
Ø Pemerintahan Megawati
: Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid
memberikan laporan pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari2001, ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar
mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah
tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam
pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang memberikan kekuasaan
negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. Megawati mengambil alih
jabatan presiden tak lama kemudian.Kabinet pada masa pemerintahan Megawati
disebut dengan kabinet gotong royong.
Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara
pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan
selama 30 tahun di wilayah Aceh.
Pergeseran Politik Era Reformasi
Memasuki 1998, bangsa Indonesia
kemudia berhasil melakukan reformasi, melengserkan rezim monolitik. Negara lalu
bukan saja mengalami delegitimasi, tetapi juga demoralisasi dimata masyarakat.
Sejak itu posisi burgaining masyarakat meningkat, sehingga
suara mereka jauh lebih ber “daya” sekurang-kurangnya disbanding dengan era
sebelumnya. Bangsa Indonesia lalu memulai era baru dengan semagat membangun
sistem yang demokratis. Era ini Nampak lebih menjanjikan ruang partisipasi bagi
semua elemen masyarakat dalam berbagai kehidupan ekonomi, sosial maupun
politik.
- D. MANAJEMEN NASIONAL INDONESIA
SISTEM
Sistem adalah suatu totalitas yang terdiri dari bagian-bagian yang saling
berhubungan (Inter-Relasi), saling keterpaduan (Inter-Aksi), saling
bergantungan (Inter-Depedensi), untuk mencapai tujuan bersama tentunya.
Jadi pada dasarnya suatu system memenuhi prinsip-prinsip totalitas (Holistik),
keterpaduan (Integralistik), dari elemen-elemen yang mempunyai fungsi
masing-masing untuk mencapai tujuan bersama (Gestalt) tertentu.
MANAJEMEN
Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti
seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan
dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan
manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini
berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain
untuk mencapai tujuan organisasi.
NASIONAL
Seluruh kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara (kehidupan
nasional)
CIRI-CIRI SISTEM MANAJEMEN NASIONAL
1. Keseluruhan (holistik)
2. Keterpaduan (integralistik)
3. Berdasarkan Pancasila
4. Berdasarkan Wawasan Nusantara 5. Berorientasi Ketahanan Nasional 6.
Strategik.
STRUKTUR SISMENNAS
1. Tatanan Kehidupan Masyarakat (TKM)
2. Tata Politik Nasional (TPN)
3. Tata Administrasi Negara (TAN) dan Tata Laksana Pemerintah (TLP)
Inti SISMENNAS adalah Tatanan Pengambilan Keputusan Berkewenangan (TPKB) yang
terselenggara pada tahap-tahap Tata Administrasi Negara (TAN) dan Tata Laksana
Pemerintah (TLP) yang disebut “tatanan dalam”. Untuk pengambilan keputusan
tersebut diperlukan masukan dari Tatanan Kehidupan Masyarakat (TKM) dan Tata
Politik Nasional (TPN) yang disebut “tatanan luar” . Keluaran dari TPKB
bermuara kembali pada system luar yakni TPN dan TKM.
FUNGSI-FUNGSISISTEM MANAJEMEN
NASIONAL
Sistem manajemen nasional pada
Tatanan Kehidupan Masyarakat (TKM) dan Tatanan Politik Nasional (TPN).
Berfungsi untuk pengenalan kepentingan rakyat serta pemilihan kepemimpinan.
Pada inti sistem manajemen nasional terdapat Tatanan Pengambilan Keputusan
Berkewenangan yang merupakan fungsi-fungsi manajerial, yang mentransformasikan
kepentingan masyarakat maupun kepentingan politik kedalam bentuk-bentuk
keputusan administrasi berupa kepentingan umum, untuk memudahkan pelaksanaanya
serta untuk meningkatkan daya-guna (efisiensi), hasil guna (efektif) dan
kehematannya.
Fungsi Sistem Manajemen Nasional
Fungsi di sini dikaitkan dengan
pengaruh, efek atau akibat dari terselenggaranya kegiatan terpadu sebuah
organisasi atau sistem dalam rangka pembenahan (adaptasi) dan penyesuaian
(adjustment) dengan tata lingkungannya untuk memelihara kelangsungan hidup dan
mencapai tujuan-tujuannya. Dalam proses melaraskan diri serta
pengaruh-mempengaruhi dengan lingkungan itu, sistem manajemen nasional memiliki
fungsi pokok: “pemasyarakatan politik.” Hal ini berarti bahwa segenap usaha dan
kegiatan Sistem manajemen nasional diarahkan pada penjaminan hak dan penertiban
kewajiban rakyat. Hak rakyat pada pokoknya adalah terpenuhinya berbagai
kepentingan. Sedangkan kewajiban rakyat pada pokoknya adalah keikutsertaan dan
tanggung jawab atas terbentuknya situasi dan kondisi kewarganegaraan yang baik,
di mana setiap warga negara Indonesia terdorong untuk setia kepada negara dan
taat kepada falsafah serta peraturan dan perundangannya.
Fungsi-fungsi tersebut adalah:
1) Perencanaan sebagai rintisan dan persiapan sebelum pelaksanaan, sesuai
kebijaksanaan yang dirumuskan.
2) Pengendalian sebagai pengarahan, bimbingan, dan koordinasi selama
pelaksanaan.
3) Penilaian untuk membandingkan hasil pelaksanaan dengan keinginan setelah
pelaksanaan selesai.
DINAMISASI Sistem Manajemen Nasional
Dengan pendekatan kesisteman
terhadap Sistem Manajemen Nasional yang diuraikan disini, kiranya kita dapat
melihat aspek-aspek, unsure-unsur dan proses-proses yang masih perlu kita
kembangkan dan mantapkan, agar seluruh unsure atau sub-sistem merupakan
kesatuan yang terpadu untuk menuju pada perwujudan cita-cita Nasional.
Sistem manajemen Nasional yang diuraikan di atas adalah suatu system untuk mencapai
keterpaduan upaya pola pikir, structural, fungsional dan procedural, pemetaan
dan pemecahan masalah, dalam wahana atau wadah organisasi, proses sebelum,
selama dan sesudah, Dalam konteks keterpaduan sebagai suatu system dari seluruh
tatanan struktur Sistem manajemen Nasional.
Pada aspek arus keluar, Sistem
manajemen nasional diharapkan menghasilkan:
Aturan, norma, patokan, pedoman, dan Iain-lain, yang secara singkat dapat
disebut kebijaksanaan umum (public policies).
Penyelenggaraan, penerapan, penegakan, maupun pelaksanaan berbagai
kebijaksanaan nasional yang lazimnya dijabarkan dalam sejumlah program dan
kegiatan.
Penyelesaian segala macam perselisihan, pelanggaran, dan penyelewengan yang
timbul sehubungan dengan kebijaksanaan umum serta program tersebut dalam rangka
pemeliharaan tertib hukum.